Mendikbud Nadiem Makarim. Foto:www.cnnindonesia.com |
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan reformasi sistem pendidikan Indonesia melalui kebijakan Merdeka Belajar. Bagi warga sekolah, kebijakan ini bertujuan untuk menggali potensi terbesar para guru-guru sekolah dan murid serta meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri.
Guru sebagai ujung tombak layanan pembelajaran akan diberikan kebebasan untuk mengajar pada level yang cocok sesuai kemampuan peserta didiknya. Inilah salah satu wujud reformasi pendidikan yang berkaitan dengan perubahan kurikulum.
“Ini sederhana, tapi luar biasa. Kami akan memberikan kemerdekaan bagi guru. Guru kita berikan diagnostik lewat online. Berdasarkan itu, di dalam kelasnya guru akan tahu siswa saya di level mana? Literasinya, numerasinya di level mana? Dan guru diberikan kemerdekaan untuk mencocokan level kurikulum yang setara dengan level anaknya,” ujar Mendikbud saat diskusi bersama guru-guru di SDN 15 Kota Palu, pada Kamis (5/11/2020).
Menurut Menteri Nadiem, kondisi yang terjadi saat ini adalah semua murid di Indonesia cenderung dianggap berada pada level yang sama, diberikan level kurikulum yang sama tanpa mempertimbangkan kompetensi anak bisa menyesuaikan atau tidak.
“Jakarta, Yogya, Papua, Palu, semuanya sama. Tidak bisa. Itu namanya bukan belajar. Belajar itu namanya guru-guru itu boleh mundur kalau dia mau, boleh maju kalau dia mau, dan bukan berdasarkan umur, berdasarkan level kompetensi anaknya. Semua anak berbeda,” jelas Mendikbud.
Sebagai solusi, maka kebijakan Merdeka Belajar akan memberikan kebebasan kepada guru untuk memilih cara penyampaian kurikulum atau cara mengajar. “Saya mau turun dulu, saya mau cepet, saya mau setengah, saya lebih cepet. Silahkan. Ini akan menjadi perubahan fundamental mengenai kurikulum kita,” kata Mendikbud.
Perubahan ini akan ditandai dengan penyederhanaan standar pencapaian pembelajaran. Ini artinya guru bebas menentukan materi pembelajaran sesuai dengan level kemampuan peserta didik. Otonomi guru dalam memilih materi sesuai level kemampuan peserta didik, penting untuk memastikan kegiatan pembelajaran tidak semata-mata untuk mengejar target kurikukum. (Disadur dari www.kemdikbud.go.id, edisi 7 November 2020).
“Ini sederhana, tapi luar biasa. Kami akan memberikan kemerdekaan bagi guru. Guru kita berikan diagnostik lewat online. Berdasarkan itu, di dalam kelasnya guru akan tahu siswa saya di level mana? Literasinya, numerasinya di level mana? Dan guru diberikan kemerdekaan untuk mencocokan level kurikulum yang setara dengan level anaknya,” ujar Mendikbud saat diskusi bersama guru-guru di SDN 15 Kota Palu, pada Kamis (5/11/2020).
Menurut Menteri Nadiem, kondisi yang terjadi saat ini adalah semua murid di Indonesia cenderung dianggap berada pada level yang sama, diberikan level kurikulum yang sama tanpa mempertimbangkan kompetensi anak bisa menyesuaikan atau tidak.
“Jakarta, Yogya, Papua, Palu, semuanya sama. Tidak bisa. Itu namanya bukan belajar. Belajar itu namanya guru-guru itu boleh mundur kalau dia mau, boleh maju kalau dia mau, dan bukan berdasarkan umur, berdasarkan level kompetensi anaknya. Semua anak berbeda,” jelas Mendikbud.
Sebagai solusi, maka kebijakan Merdeka Belajar akan memberikan kebebasan kepada guru untuk memilih cara penyampaian kurikulum atau cara mengajar. “Saya mau turun dulu, saya mau cepet, saya mau setengah, saya lebih cepet. Silahkan. Ini akan menjadi perubahan fundamental mengenai kurikulum kita,” kata Mendikbud.
Perubahan ini akan ditandai dengan penyederhanaan standar pencapaian pembelajaran. Ini artinya guru bebas menentukan materi pembelajaran sesuai dengan level kemampuan peserta didik. Otonomi guru dalam memilih materi sesuai level kemampuan peserta didik, penting untuk memastikan kegiatan pembelajaran tidak semata-mata untuk mengejar target kurikukum. (Disadur dari www.kemdikbud.go.id, edisi 7 November 2020).
Posting Komentar