Dokpri

Punya ide tapi sulit membahasakan dalam tulisan? Sangat ingin menulis, tapi bingung bagaimana memulainya? Ini adalah beberapa gejala umum yang dirasakan banyak orang ketika hendak menulis. Ini sindrom yang normal. Tidak salah

Kuncinya adalah, segera menulis saat ide mulai memenuhi otak.  Menulis, entah fiksi maupun non fiksi tetap butuh ide. Oleh karena itu, kenali minat kita, genre mana yang paling  disukai. Jika suka berimajinasi, bercerita, merangkai puisi, mungkin passionnya adalah fiksi. Di sana ada puisi, cerpen, novel dan karya sastra lain yang bisa digarap. 

Sebaliknya, jika tertantang dengan hal-hal yang cenderung analitis, faktual, tentang gejala sosial, alam, karya manusia, maka hasrat menulis mungkin akan melahirkan artikel-artikel non fiksi. Ada kajian ilmiah, opini, feature dan lainnya. 

Syukur-syukur kalau minat pada kedua genre itu sama kuatnya. Spektrum menulis jadi lebih kaya dan luas. Tetapi jika hanya tertarik pada salah satunya, maka sebaiknya fokus menulis diarahkan pada genre yang paling diminati.  

Jika sudah ketahuan, pada genre mana niat menulis akan disalurkan, maka mulailah menulis. Ketika mulai menulis, fokus saja untuk menulis sebelum saatnya mengedit. Biarkan ide mengalir pindah dari otak ke layar komputer atau perangkat lainnya. Biarkan kognisi bekerja hanya dalam proses menulis, bukan mengedit.  

Dengan begitu, aliran ide tidak terpotong oleh urusan memperbaiki tulisan. Pengalaman yang saya rasakan, jika menulis dan mengedit dikerjakan bersamaan, sulit untuk mendapatkan progress tulisan. Hasilnya, tulisan cenderung jalan ditempat, stagnan, dan malah bikin gairah menulis hilang. 

Karenanya, banyak penulis memisahkan dua aktivitas ini. Umumnya, waktu mengedit dilakukan setelah sebagian atau  tulisan utuh rampung. Pada tahap inilah, tulisan diperhalus, penulis memperbaiki struktur gramatikal bahasa, pemilihan diksi, penggunaan tanda baca, hingga finishing konten tulisan. Sayangnya, seringkali penulis pemula justru terjebak dalam dua urusan ini, menulis sambil mengedit. 

Yang terakhir, jika punya minat menulis, maka minat itu harus dibiasakan. Biasakan mulai menulis topik-topi ringan, seringan percakapan dengan para sahabat atau aktivitas sehari-hari. Sebagai pemula, jangan membebani pikiran untuk menghasilkan tulisan yang keren. 

Buatlah tulisan dengan sukaria, tanpa beban untuk diri sendiri. Sekali lagi, menghasilkan tulisan keren itu butuh proses, tidak ada jalan pintas. Maka kuncinya, biasakan diri. Kita bisa belajar dari hukum dialektika perubahan, bahwa 'perubahan kualitas adalah akumulasi dari perubahan kuantitas'. Air tak akan menguap menjadi gas (perubahan kualitas dari cair ke gas) tanpa pemanasan terus menerus dan memerlukan waktu yang lama. Tidak ada jalan pintas menjadi penulis, kira-kira itu pesan moralnya. 

Oh yah satu lagi, ini yang terpenting menurut saya, membaca. Biasakan untuk dahulukan membaca sebelum menulis. Tujuannya banyak, merangsang imajinasi, memperkaya perspektif, menambah referensi, menggali data dan lainnya. 

Bukankah roh literasi itu adalah membaca dan menulis? Keduanya punya hubungan sebab akibat.  Apa yang kita tulis sebenarnya berasal dari apa yang kita baca. Ingat, tetapi bukan tindakan plagiasi.

Membaca juga akan membantu dalam mengenal gaya menulis, pemilihan diksi,  menambah kosa kata, memahami alur logika dan banyak sisi positif lain. Seorang pembaca yang baik, berpeluang menjadi penulis yang baik pula. 

Terakhir, menulis itu bukan tentang kepintaran, tetapi keterampilan. Sebagai keterampilan, ia harus dilatih. Itulah mengapa, menulis mesti dibiasakan, berulang-ulang. Jadi tunggu apa lagi, mulailah menulis!

Baca juga: Literasi Dinding Rumah dan Anugerah Menulis


4 Komentar

Posting Komentar