Ilustrasi; www.hannahfielding.net |
Menulis adalah pekerjaan yang tampak mudah, tetapi sulit dilakukan oleh sebagian orang. Menentukan judul, mengembangkan ide, menyusun alur logika, menghubungkan gagasan demi gagasan, merangkai kata menjadi kalimat hingga membentuk keseluruhan konten dan konteks, ini adalah sejumlah rangkaian teknis, yang lazim diperlukan dalam menulis.
Umpamanya, saat ingin menulis artikel, pengetahuan dasar tentang menentukan judul, membuat lead, menyusun paragraf pembuka, bagian isi hingga penutup tulisan, mutlak dimiliki seorang penulis.
Judul memainkan peran penting. Ia ibarat gapura, gerbang yang menarik atensi pembaca untuk memeriksa isi tulisan. Kata lainnya, judul harus mampu bikin pembaca merasa penasaran.
Setelah judul memikat rasa ingin tahu pembaca, peran penting berikutnya dimainkan oleh lead. Seperti bangunan rumah, dalam tulisan, lead adalah terasnya. Ia yang akan menuntun langkah pembaca, masuk ke dalam ruang isi tulisan.
Judul yang memikat, lead yang menggoda, lalu adakah gaya menulis yang bisa bikin pembaca betah dan nyaman membaca tulisan?
Satu gaya yang mungkin bisa jadi jawaban, menurut saya adalah menulis seperti bercerita. Banyak penulis menyebutnya story telling, Penulisnya bertindak sebagai pihak yang bercerita, (story teller).
Penggunaan gaya ini di dunia jurnalistik, sering ditemukan pada tulisan khas ( feature). Feature kerap menjadi sajian utama para jurnalis menulis isu-isu human interest.
Untuk mengenal dan mendalami gaya menulis bercerita, ada banyak sosok penulis yang bisa menjadi sumber inspirasi. Berikut ini adalah beberapa tokoh favorit, yang mana tulisan bercerita mereka sangat greget dan khas.
John Richard Hersey, penulis Amerika kelahiran Tiongkok. Banyak kalangan menyebutnya perintis jurnalisme baru, untuk merujuk gaya menulis bercerita yang lazim dalam karya-karya sastra, ia pakai dalam reportase non fiksi.
Ia spesialis liputan perang. Salah satu karya monumentalnya adalah Hiroshima. Di buku ini, John melukiskan setiap detil, korban, kerusakan, dan ngerinya bahaya radiasi nuklir bom atom yang meluluhlantahkan kota Hiroshima di Jepang pada Agustus 1945.
Sebagai pembaca, detil-detil yang ditulis John serasa dialami sendiri oleh pembaca, misalnya penderitaan berkepanjangan korban bom yang masih hidup serta kerusakan kota yang dahsyat.
Membaca Hiroshima, seperti mendengar cerita John, lalu pembaca merasakan sayatan emosi, empati sekaligus antipati pada perang. Membaca tulisan sang penerima penghargaan Pulitzer Prize ini, dijamin ketagihan.
Karim Raslan. Karim orang Malaysia, tamat dari Cambridge University. Ia kolumnis yang rutin menulis rubrik Ceritalah di Kompas.com pada setiap Kamis. Ceritalah Malaysia, Ceritalah Indonesia lalu ada Ceritalah Asean, demikian Karim menamakan setiap rubriknya.
Tulisannya renyah, tentang Indonesia, Malaysia dan fenomena masyarakat serta negara Asean. Dari tulisannya, pembaca akan akrab dengan cerita khas melayu, tentang banyak tempat, orang, dan keunikan negara-negara Asean.
Dahlan Iskan. Bos yang tak lelah menulis. Saat jadi Dirut PLN, kemudian Menteri BUMN, Dahlan tetap menulis di tengah kesibukan tingkat tinggi sebagai pejabat negara.
Di medianya, Jawa Pos News Network,hingga kini Dahlan punya rubrik khusus, yakni DisWay. Di DisWay, Dahlan menulis kisah-kisah inspiratif dengan gaya khasnya, bercerita sederhana tapi mempesona. Saya suka, gaya menulis dan konsistensi jurnalis legend ini, punya kekhasan yang tak luntur, yakni tulisan yang bercerita.
Linda Christanty, penulis perempuan dari Bangka Belitung. Seperti Hersey, Linda bersama rekan-rekannya antara lain Andreas Harsono, Coen Husain Pontoh, Agus Sopian dan lain-lain, adalah penulis Indonesia yang gemar membuat reportase investigatif, lalu ditulis dengan gaya sastrawi, bercerita.
Coba baca tulisan mereka dalam buku Jurnalisme Sastrawi, sangat dalam, detil, dan komprehensif melukiskan setiap kejadian. Jangan lupa, itu bukan karya fiksi.
Di blog pribadinya, www.lindachristanty.com, Linda juga rutin menulis, masih dengan gaya sang sama, bercerita. Ciri utama Linda menurut saya adalah, kepiawaiannya dalam membangun detil tulisannya. Pembaca akan dibawa pada informasi yang serinci-rincinya, dan itu bikin pembaca betah.
Sebagai kesimpulan, tulisan yang baik adalah tulisan yang tidak ditinggalkan pembacanya, ketika sedang membaca.
Artinya pembaca rela menghabiskan waktu untuk membaca. Kerelaan itu timbul karena daya pikat tulisan. Daya pikat tulisan bisa saja terletak pada judul yang memikat, lead yang menggoda dan cara penulis mengembangkan idenya.
Salah satu contohnya adalah menulis dengan bercerita. Saya menyebutnya the power of story telling. Selamat mencoba.
Baca juga: Berminat Menulis? Mulailah!
Posting Komentar