Disiplin positif

Banyak orang cenderung  memahami kata “disiplin” dihubungkan dengan hukuman atau sanksi. Faktanya, itu makna itu  berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah pilihan terakhir, bahkan jika perlu tidak digunakan sama sekali. 

Adapun  disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya  menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.  Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan  bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. 

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal

Posisi Kontrol 

     Ada lima posisi kontrol yang dicetuskan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi.

1.      Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!” “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai” Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia. 

2.        Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan  orang-orang disayanginya.

3.  Teman: Guru pada posisi ini tidak akan  menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah, demi bapak ya?” “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” “Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. 

4. Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

5.   Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua  posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) “Apakah kamu meyakininya?” “Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?” “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?” Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. 


  Kebutuhan Dasar Manusia

    1.  Kebutuhan bertahan hidup

       Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk     bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. 

  2.    Cinta dan kasih sayang

     Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang yang tinggi                biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab                   dengan      orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi          mereka,            teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja        dalam kelompok.

    3. Penguasaan

     Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi               kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita,                           didengarkan   dan memiliki rasa harga diri    

4.  Kesenangan

        Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki            pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anakanak dengan                    kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak                bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang                mencoba hal baru dan menarik.

  5. Kebebasan

             Kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa.


Keyakinan Kelas

  Membuat keyakinan kelas untuk mengajarkan siswa bertanggung jawab atas apa yang telah         mereka yakini sebagai nilai kebajikan. 

       Segitiga Restitusi

      Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, berdasarkan kesadaran dan inisiatif murid sendiri. Resistusi berfokus bukan pada perilaku tetapi karater. Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan  bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.

Kaitannya dengan Pemikiran Ki Hajar tentang proses mencapai kemerdekaan atau  dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Pemikiran KHD  sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut.

Penerapan disiplin positif baik di kelas maupun secara umum di ligkungan sekolah, akan memudahkan guru dalam mewujudkan visi sekolah. Upaya mewujudkan profil pelajar Pancasila juga akan sangat terbantu dengan penerapan budaya positif. 

Sebagai seorang calon guru penggerak, menerapkan  budaya positif sejak di ruang kelas hingga lingkungan sekolah, merupakan internalisasi nyata dari nilai dan peran seorang guru penggerak. 

 


2 Komentar

  1. Mantap Pak guru. Satu Metode dan pemahaman baru tentang pentingnya budaya positif yang perlu dikembangkan di sekolah kita.

    BalasHapus

Posting Komentar