Praktik Coaching dalam dunia pendidikan  berkaitan erat dengan pemikiran bapak pendidikan Indonesia, yakni Ki Hajar Dewantara tentang peran guru dalam menuntun dan membimbing murid sesuai potensi, minat dan bakat mereka. Dalam praktik coaching, guru menuntun murid untuk mencapai kekuatan kodratnya, melalui pertanyaan-pertanyaan tuntunan yang memberdayakan kognisi murid. 

 Peran coaching di lingkungan seklah penting  untuk memaksimalka potensi semua warga sekolah, misalnya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Kaitannya dengan praktik pembelajaran berdiferensiasi, coaching juga memainkan peran penting, diantaranya ketika guru ingin menggali kebutuhan belajar murid, agar layanan pembelajaran guru sesuai dengan kebutuhan individu murid.

Pembelajaran berdiferensiasi yang berfokus pada tiga aspek, yakni konten, proses dan porduk dilaksanakan guru berdasarkan analisis kebutuhan belajar setiap murid. Di sinilah fungsi coaching dilakukan oleh seorang guru, duntuk dapat mengetahui minat dan kebutuhan belajar murid. Caranya, guru menggali informasi dengan pertanyaan-pertanyaan efektif yang menuntun murid, memberdayakan gagasan murid dan potensi lain dalam diri murid.

Selain itu, praktik coaching juga memiliki kaitan erat dengan pembelajaran sosial dan emosional murid. Coaching memiliki andil dalam dalam menyiapkan kondisi sosial dan emosional murid, misalnya ketika mereka menghadapi kendala belajar. Coaching yang baik akan menstimulasi murid untuk memaksimalkan kekuatan diri dalam mengatasi permasalahan. Coaching pada akhirnya merupakan sebuah kebutuhan bagi guru dan murid sebagai mitra belajar. 

Coaching juga dapat mendorong murid mencapai tujuan, yakni kemerdekaan belajar. Coaching dapat menuntun kemerdekaan belajar murid untuk mengeksplorasi potensi dan kekeuatan diri untuk mencapai tujuan pembelajaran. Coaching tidak menawarkan solusi kepada coachee, tetapi menstimulasi dengan pertanyaan agar coachee dapat menghasilkan sendiri solusi atas permasalahannya. 

Salah satu model coaching yang populer adalah model TIRTA. TIRTA merupakan kepanjangan dari tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab. Tujuan mencakup apa yang ingin dicapai coachee dari proses sebuah coaching. Identifikasi merupakan cara menggali semua hal yang ada pada diri coachee. Rencana aksi, meruapakan langkah-langkah atau tindakan yang akan ditempuh coachee. Tanggung jawab atau komitmen adalah kesungguhan untuk mencapai tujuan dari proses coaching. 

Dalam penerapannya di sekolah, saya telah mempraktekkan coaching dengan murid saya. Proses ini menyadarkan saya tentang bagaimana menuntun murid memaksimalkan potensi diri mereka. Guru tidak memberikan solusi, melainkan oleh muridsebagai coachee. Proses coaching juga mengajarkan saya menjadi seorang pendengar yang aktif, bagaimaan memusatkan mata, hati dan pikiran pada murid sebagai coachee. Menurut saya, coaching adaah praktik yang luar biasa, karena merupakan proses komunikasi yang memberdayakan dan penuh apresiasi


Post a Comment