Kepala SMAN Kotolin, Marci A. Sae, S.Pd. dan M. N. Aba Nuen |
Rabu, 18 September 2024, kali ini kembali saya pergi ke Timur. Ditemani guyuran hujan pagi di bulan September. Menyusuri tepi Laut Timor, sepanjang dari Kualin hingga Kolbano, diiringi pukulan ombak di bibir pantai, terutama di areal wisata Fatuun-Kolbano.
Selepas dari Kolbano, rasa was-was muncul saat melewati tanjakan amblas Nop-Nop di Desa Oetuke. Melewati jalur ini saat hujan seperti sedang diintai bahaya longsor. Kiri tebing, kanan laut, pelintas sperti menghadapi buah simalakama.
Ujung Timur jembatan panjang Oetuke merupakan wilayah Kecamatan Kotolin. Saya berbelok ke kiri di pertigaan Puskesmas Hoebeti, ruas jalan terus menanjak dengan hotmix yang mulus. Saya baru tahu, pemukiman padat Kotolin rupanya berada di ketinggian.
Foto bersama peserta lokakarya IKM, kepala SMAN Kotolin dan narasumber |
Perjalanan ini untuk memenuhi undangan kepala SMA Negeri Kotolin di Kecamatan Kotolin. Sejak Selasa, 17 September 2024, manajemen sekolah melaksanakan kegiatan penguatan kapasitas guru dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Kegiatan didesain dalam bentuk lokakarya. Saya dapat giliran memfasilitasi sesi di hari kedua.
Ini sekolah baru, letaknya di pinggir tebing. Memang sulit dapat tempat rata. Untuk membangun, perlu upaya ekstra. Kontur tanah yang miring harus disiasati dengan pola trap. Gedung sekolah permanen dan darurat disusun berundak- undak. Ada enam rombongan belajar, dengan jumlah siswa hampir 200.
Butuh effort untuk tiba ke lokasi sekolah. Gang masuk hanya sekitar 40 Meter dari jalan umum, tapi terjal. Nyali saya tak kuat, motor saya parkir, lanjut dengan jalan kaki.
Di gerbang sekolah, saya disambut senyum hangat satu guru muda. Saya mengenalnya dengan baik, apa lagi sebagai sesama guru bahasa Inggris.
Ia menuntun saya menuju ruang kepala sekolah. Ruangan baru, mewah. Pemilik ruang ini saya kenal sosoknya, jauh sebelum menjadi kepala sekolah. Cerita demi cerita lahir. Saya penasaran, tentang kiatnya menata sekolah baru ini, dengan disiplin dan segala idealismenya.
Namanya Marci A. Sae. Sosoknya tegas dan penuh prestasi. Ia guru berprestasi tingkat nasional tahun 2015. Ia sangat mencintai sejarah, basic ilmunya. Ia sangat konsen pada pengembangan kompetensi diri sebagai pendidik. Dia aktif di Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, dengan selalu hadir dalam agenda pertemuan tahunan wadah mereka.
Dari percakapan pagi itu, saya pikir memang Ia smart. Dia selalu mencerna sesuatu dengan logika yang jernih. Kejernihannya dalam berpikir, dibuktikan dengan mengubah wajah sekolah, dari ruang-ruang kelas berdinding bambu, kini mulai diganti dengan bangunan permanen yang megah.
|
Di ruang lokakarya, guru-guru telah menanti. Saya mendapat sesi untuk berbagi materi teknis Kurikulum Merdeka tentang menganalisis capaian pembelajaran, merumuskan tujuan pembelajaran, menyusun kriteria ketuntasan tujuan pembelajaran, dan mendesain modul ajar.
Karena ini kegiatan lokakarya, outputnya harus terukur. Itulah mengapa, sesi saya dilalui dengan paparan materi singkat, kemudian diskusi kelompok dan presentasi produk akhir yaitu modul ajar.
Guru-gurunya dominan anak muda, penuh semangat. Hujan turun deras sepanjang hari, diiringi hawa dingin pegunungan, bikin proses berbagi ini semakin bermakna. Saya pulang ke Kualin hampir pukul 19.00 WITA, tetap dengan gerimis membasahi sepanjang jalan. Itulah indahnya berbagi sebagai guru.
Posting Komentar