Oleh Dorkas Abi, S.Pd. Guru Biologi dan Seni Budaya SMAN Kualin. 
Alumnus Pendidikan Biologi Universitas Terbuka Kupang

Menapaki perjalanan sebagai guru saya awali pada tahun 2007. Kala itu, SMA Negeri Kualin baru dibuka. Kepala sekolah saat itu Thobias Tameon, S.Pd. Latar belakang ilmu  saya bukan pendidikan, melainkan ahli madya penyuluh pertanian. Sebagai SMA Negeri pertama di Kecamatan Kualin, saat itu memang sekolah kekurangan tenaga pengajar. 


Seiring berjalannya waktu, saya mendapat tugas mengajar mata pelajaran Biologi pada kelas IPA. Tahun pertama, kami belum diberikan upah atau gaji. Kondisi ini bisa dimengerti, karena sekolah baru berdiri. Selanjutnya tahun kedua, para staf pengajar mulai mendapat upah sebesar Rp300.000 per bulan.  Tentu ini perkembangan yang bagus.


Tahun silih berganti, sekolah semakin berkembang, yang ditandai  dengan adanya penempatan tenaga guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kondisi ini berdampak pada tugas saya, yang bukan berlatar belakang sarjana pendidikan. Pada tahun 2012-2014, saat sekolah dipimpin Weyanus Beti, saya ditugaskan untuk mengajar mata pelajaran keterampilan. Upah staf pengajar honorer sudah semakin membaik yakni Rp500.000.


Pergantian peran dalam mengajar terus saya alami. Pada tahun 2015, saya ditugaskan untuk mengajar mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU). Di sinilah momentum bagi saya untuk melakukan refleksi, Hasil refleksi mendorong saya untuk membuat keputusan, bahwa saya juga bermimpi untuk mengajar sesuai dengan basic ilmu pendidikan. Singkatnya, saya harus  melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 1 (S1). 


Pilihan jatuh pada Universitas Terbuka (UT) dengan konsentrasi pada Pendidikan Biologi. Saya mulai kuliah pada tahun 2016, dengan status sebagai mahasiswa alih kredit dari  D-3 Penyuluh Pertanian ke jenjang S-1 Pendidikan Biologi. Sekalipun penghasilan sebagai tenaga honorer hanya Rp500.000/bulan, pilihan ini saya tekuni. Memang berat, berkuliah  pada usia 40-an tahun dengan penghasilan pas-pasan bukan perkara mudah.


Selama masa kuliah, meski saya tidak bertatap muka dengan para pengajar, tetapi saya tetap menjalani perkuliahan dalam bentuk tugas mandiri dan tatap muka daring via zoom. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi digital, dan minimnya jaringan internet kerap menjadi batu sandungan. 


 Saya kerap tidak lulus mata kuliah yang diprogramkan, karena terlambat mengirim atau mengunggah tugas. Dengan pengalaman pahit seperti ini sekalipun, saya tetap berjuang tanpa takut dan malu. Saya belajar dari teman-teman yang punya kemampuan di bidang informatika, sehingga  akhirnya saya menyelesaikan studi S-1 pada bulan  April tahun 2023.

 

Sebagai manusia, tentu saya juga punya pengharapan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup. Pada tahun pelajaran 2024/2025, saya ditugaskan mengajar  mata pelajaran Seni Budaya kelas XI yang mana menurut saya tidak  linear dengan latar  belakang ilmu S1 saya. Akan tetapi, saya menjalani tugas ini dengan tekun.


Sebagai tenaga honorer, saya berdoa dan berharap kiranya pada formasi pengangkatan PPPK Provinsi NTT, ada formasi sesuai mata pelajaran yang saya ampu. Pengalaman mengabdi di SMAN Kualin sejak 2007 hingga tahun 2024 semoga dapat  menjadi modal untuk menatap tes PPPK.


Dari cerita singkat tentang pengalaman menjalani kehidupan sebagai seorang pendidik dengan segala tantangannya,  dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak kita, untuk terjun bekerja sebagai tenaga pengajar.  Guru adalah profesi yang mulia. Apa yang saya alami memang sungguh menyulitkan, namun saya tetap melangkah penuh pergumulan disertai harapan.


Tuhan telah berkenan memampukan saya meraih jenjang S-1, karenanya saya meyakini bahwa Tuhan juga akan menuntun saya pada pengharapan-pengharapan baik berikutnya. 

Post a Comment