Oleh Christa N. Fallo, S.Pd.Kom.Gr.
 Guru TIK SMAN Kualin. Alumnus Prodi Pendidikan Teknik Komputer UKSW Salatiga tahun 2016. 


Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Permenpan No. 16 Tahun 2009, hal. 4).

 

Sesuai dengan pengertian tersebut, jelas bahwa tanggung jawab seorang guru tidaklah mudah. Guru punya peran yang besar dalam mempersiapkan seseorang untuk menjadi manusia yang cerdas dan beradab dalam kehidupannya. 


Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut, proses yang dijalani tidaklah mudah. Sebelum memulai pembelajaran, guru sudah harus merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pembelajaran, untuk menarik minat belajar peserta didik. Belum lagi, guru harus mempersiapkan bahan ajar dan media pembelajaran yang tepat. Tidak hanya itu saja, guru juga mesti menyiapkan instrumen penilaian yang tepat. 


Dalam proses pembelajaran, guru berperan menanamkan nilai-nilai moral dan karakter peserta didik. Selain itu, guru melakukan evaluasi pembelajaran dan evaluasi diri untuk memperbaiki pembelajaran jika apa yang dilakukan masih kurang tepat.


Tuntutan yang besar ini membuat guru perlu untuk terus belajar. Belajar menggali metode dan model pembelajaran yang tepat, belajar membuat penilaian yang baik dan tepat, belajar psikologi peserta didik, belajar prinsip kurikulum yang baru, belajar menggunakan perangkat teknologi untuk membuat media pembelajaran yang menarik, dan sebagainya. Proses belajar guru ini, dikenal dengan pengembangan kompetensi. 


Saat ini, pemerintah Indonesia sedang giat membantu guru dalam pengembangan kompetensinya menjadi guru yang profesional. Hal ini dibuktikan dengan dibukanya program Pendidikan Profesi Guru (PPG), baik bagi para calon guru maupun bagi guru yang sedang  mengabdi. 


Tidak hanya itu saja, banyak program lain dibuat untuk mendorong guru mengembangkan kompetensinya, misalnya Pendidikan Guru Penggerak (PGP), program khusus bagi guru mata pelajaran, lomba-lomba guru inovatif, dan pemberian penghargaan bagi guru-guru berprestasi.


Pemerintah melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM) juga menyediakan berbagai konten yang dapat diakses oleh guru untuk belajar. Platform tersebut juga memberi ruang bagi guru untuk saling berbagi praktik baik pembelajaran. Praktik baik pembelajaran dapat menjadi referensi dan inspirasi bagi guru lain. Melalui PMM, kinerja guru dan kepala sekolah juga dinilai. 


Guru wajib untuk membuat rencana hasil kinerja (RHK) dan menggunggah hasil kinerjanya. RHK yang dibuat mesti mengintervensi hasil rapor pendidikan satuan pendidikan tempat guru tersebut mengabdi. RHK ini dibuat setiap awal semester. Guru menentukan kegiatan pengembangan kompetensi yang akan dilakukan selama satu semester ke depan, dan guru wajib melampirkan dokumen pendukungnya.


Pada awal penerapan pengelolaan kinerja berbasis PMM, tidak sedikit guru yang mengeluh. “Ribet. Menyusahkan saja. Untuk mengajar saja kita kerepotan. Mengapa harus ditambah dengan aplikasi baru?” “Wah, harus ikut seminar lagi.” Masih banyak lagi komentar-komentar berisi pengeluhan yang bernada negatif terkait kebijakan pemerintah ini. 


Walaupun demikian, pada akhirnya guru pun mengakses dan memakai platform ini. Untuk memenuhi tuntutan kinerja di PMM, guru beramai-ramai mengikuti seminar/lokakarya daring yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun komunitas-komunitas belajar.


Akan tetapi, kebijakan pemerintah menjadikan PMM sebagai basis pengembangan kompetensi guru, dirasa menyusahkan sehingga tidak diikuti dengan serius. Padahal, jika ditelaah dengan baik dan bijak, pemerintah mengharuskan guru menggunakan platform tersebut guna mendorong pengembangan kompetensinya menjadi pendidik yang professional.


 Profesionalisme guru dalam melaksanakan tugasnya, diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan dapat melahirkan manusia-manusia yang berkualitas, berintegritas, beradab dan dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa.


Selain itu, harus diakui, keikutsertaan guru dalam kegiatan seminar/lokakarya tidak sepenuhnya untuk mengembangkan diri, tetapi cenderung untuk memenuhi tuntutan kinerja tanpa memperhatikan konten seminar/lokakarya yang ada. Begitu pula dengan program PPG. Guru berharap dan berusaha untuk memenuhi kriteria pemerintah agar mendapat panggilan atau undangan mengikuti PPG. 


Sebagaimana yang kita ketahui, pemerintah memberikan tunjangan satu kali gaji pokok kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tidak dapat dipungkiri, fasilitas tunjangan ini  terkait dengan faktor kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan hidup. Jika tunjangan digunakan semata untuk kebutuhan konsumtif, dan bukan untuk mendukung profesi seperti membeli laptop, buku referensi, maka tidak banyak perubahan yang terjadi dalam pembelajaran. 


Tentu tidak salah, jika seseorang berusaha untuk mendapat kehidupan yang lebih baik dan lebih layak melalui keikutsertaan dalam PPG dan program lainnya. Itu hak setiap orang. Namun, tanggung jawab sebagai guru tidak boleh diabaikan. Memang tidak semua guru, yang hanya mengejar target kinerja dan tunjangan, namun masih juga ada guru yang berpandangan demikian. 


Di luar sana ada banyak guru yang tulus mengajar, untuk menjadikan peserta didiknya manusia yang cerdas dan berguna bagi masyarakat tanpa embel-embel lain. Banyak guru yang demi peserta didiknya, merelakan penghasilannya untuk membelikan peserta didik buku, seragam atau membiayai uang sekolah. Tidak sedikit juga dari mereka yang sibuk mengajar, mendidik, namun terbatas waktu untuk mengembangkan kompetensi diri dan tidak mempermasalahkan jika kehidupan ekonomi mereka pas-pasan.


Sebagai ujung tombak kemajuan pendidikan, guru harus menjaga keseimbangan antara pelaksanaan tugas pokok dan pengembangan kompetensi diri. Keseimbangan kedua aspek tersebut dapat memberikan dampak positif pada peserta didik. Pembelajaran yang menyenangkan mendorong peserta didik untuk semangat dalam belajar. 


Pembelajaran yang menyenangkan membuat peserta didik rileks dalam belajar dan semakin tertarik dalam mempelajari sesuatu. Pembelajaran yang menyenangkan berujung pada pengalaman belajar yang bermakna. 


Pembelajaran yang menyenangkan tidak hanya datang dari guyonan guru saat mengajar, tidak hanya datang dari canggihnya perangkat teknologi yang digunakan. Pembelajaran yang menyenangkan juga datang dari kemampuan guru dalam mengelola kelas, menggunakan metode dan model pembelajaran yang tepat, menggunakan media belajar yang relevan, pendekatan psikologi yang tepat dan masih banyak lagi. 


Semua itu dapat terjadi hanya jika guru terus mengembangkan dirinya melalui pengembangan kompetensi. Ya, penting tidaknya mengembangkan kompetensi bergantung pada motivasi untuk menjadi seorang guru. Mengapa menjadi guru? Apakah agar sekedar punya penghasilan dan kehidupan yang terjamin ataukah karena terpanggil untuk memperbaiki kehidupan bangsa?


*Artikel ini merupakan output dari kemitraan labmenulis.com dengan SMAN Kualin, melalui workshop penulisan karya ilmiah dan artikel pada akhir Agustus 2024.

Post a Comment