Catatan MN Aba Nuen Warga Desa Tuafanu-Guru SMAN Kualin |
Relasi antara guru dan buku, itu bisa dibaratkan seperti
kisah klasik Romeo dan Juliet. Sulit dipisahkan. Buku merupakan piranti yang
mempengaruhi kompetensi seorang guru. Profesi
guru identik dengan produksi ide dan kreatifitas. Untuk melahirkan ide dan
kreatifitas, buku bisa menjadi obat penawarnya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin kaya
perspektif pembacanya.
Pertanyaanya, sebagai guru, berapa buku yang anda beli dalam
setahun? Jika ini terlalu rumit,
pertanyaannya diganti, berapa buku yang anda baca dalam setahun? Jawaban atas
dua pertanyaan ini memiliki dampak yang luas,
pada diri sang guru, murid-murid, proses pembelajaran di kelas dan
kinerja sekolah secara umum.
Sebagai contoh, saat menjelaskan Teori Evolusi Darwin, guru
yang melakukannya berdasarkan buku teks pelajaran, kemungkinan akan kalah tajam
dengan guru lain yang menerangkan setelah membaca The Origin of Species dari
Charles Darwin. Contoh lain datang
dari pelajaran Sejarah. Dalam mengajar, berapa banyak guru yang merujuk, misalnya Sapiens
dan Homo Deus oleh Yuval Noah Harari?
Guru dengan kebiasaan
membaca yang kuat, berpeluang memiliki wawasan yang luas. Guru dengan wawasan
yang luas, dapat berbagi banyak ilmu kepada murid. Guru yang berbagi banyak ilmu kepada murid, mudah
dikenang oleh murid-murid. Dan guru yang banyak dikenang oleh murid karena
inspiratif, itulah jenis guru yang sangat dibutuhkan satuan pendidikan. Jadi,
kebiasaan membaca sebetulnya berkorelasi dengan banyak hal di luar diri seorang
guru.
Budaya literasi baca tulis di kalangan guru, saat ini tengah
menjadi sorotan. Secara nasional, kinerja sekolah di bidang literasi seperti
ditunjukkan oleh data rapor pendidikan dalam beberapa tahun terakhir cenderung
landai. Ada klaim yang mencuat, bahwa kinerja sekolah menggambarkan kinerja
guru-guru.
Apakah klaim tersebut berlaku pula di bidang literasi? Mari
kita cermati. Di sekolah, guru mengajak
murid-murid untuk membaca buku, tetapi belum membimbing mereka untuk mencintai
buku. Guru membuat pojok baca di kelas, taman baca di halaman sekolah, tetapi
guru belum memberikan teladan sebagai seorang pembaca yang baik.
Pojok atau taman baca, itu hanya benda mati yang mudah
diadakan. Fokus intervensi guru mestinya pada membangun perilaku murid untuk
membaca. Untuk membentuk perilaku, itu butuh waktu, karenanya konsistensi
pendampingan guru adalah faktor kunci.
Pada titik ini, keteladanan guru sangat diperlukan.
Bagiamana jika guru mengajak murid untuk membaca, tetapi Ia sendiri jarang
melakukannya?
Rendahnya minat baca guru, tentu sangat disayangkan di
tengah upaya keras pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru. Selama masa
baktinya, Mendikbudristek Nadiem Makarim meninggalkan legasi kebijakan yang
spektakuler, dengan melibatkan jutaan guru dalam program Pendidikan Profesi
Guru (PPG).
Tunjangan profesi guru, mestinya dimanfaatkan secara bijak
oleh guru-guru. Membeli laptop dan buku adalah contohnya. Studi Bank Dunia
berjudul Sertifikasi di Indonesia: Peningkatan Pendapatan atau Cara untuk Meningkatkan
Pembelajaran? , melaporkan bahwa program sertifkasi telah menaikkan tingkat
pendapatan guru dan membuat profesi guru secara signifikankan lebih menarik.
Namun, perbedaan antara desain dan implementasi program telah membatasi dampak
sertifikasi terhadap perbaikan kualitas guru.
Meskipun laporan Bank Dunia tersebut dirilis pada 2012,
namun hasilnya tetap relevan untuk merefleksikan dampak sertifikasi pada
peningkatan kompetensi diri guru saat ini.
Kembali ke urgensi guru untuk membaca buku, narasi terbaru
digelorakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT melalui Gerakan
NTT Membaca dan NTT Menulis (Genta Belis). Salah satu lokus pelaksanaan program
ini adalah satuan pendidikan. Pada titik ini, sekali lagi keteladanan guru adalah
variabel penting. Guru yang duduk membaca di perpustakaan sekolah dan menulis
di majalah dinding sekolah, adalah bentuk teladan sederhana, yang dibutuhkan untuk
mengubah Genta Belis dari bahasa program menjadi gerakan yang mengubah
perilaku.
Ingat, membaca adalah investasi terbaik bagi otak. Aktivitas
membaca akan membuat otak bekerja aktif. Jadi bagaimana, sebagai seorang guru, masihkan
enggan membaca dan membeli buku?
Posting Komentar