Oleh Binerd Anthon Im Toy, S.Pd., M.Si. Plt. Kepala SMAN Matpunu, Kabupaten TTS Alumnus Magister Biologi UKSW Salatiga tahun 2017 |
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, cenderung paralel dengan perkembangan zaman. Begitu juga dengan
pengembangan dunia pendidikan, yang didorong untuk menghasilkan lulusan
berkualitas secara kontinu, seiring perkembangan zaman. Bangsa Indonesia harus mempersiapkan lulusan dari setiap jenjang pendidikan, agar
tercipta generasi emas sebagai tulang punggung pembangunan, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Peningkatan kualitas generasi muda NTT, perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman, agar memiliki daya saing dalam menjawab tantangan global. Generasi muda,
merupakan komponen yang berkontribusi penting
mendukung giat pembangunan.
Generasi muda yang dimaksud dalam konteks ini, adalah mereka yang memiliki kompetensi, pengetahuan,
inovasi. berdaya saing dan kreatifitas.
Mutu pendidikan di Provinsi NTT tergolong rendah, jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Salah satu faktor
pemicunya adalah, minimnya kebiasaan membaca dan kemampuan
berpikir kritis murid-murid. Dengan membaca, kita dapat mengetahui banyak hal
yang belum diketahui. Semakin kita giat membaca, maka pengetahuan dan wawasan berpikir kita semakin luas. Rendahnya minat membaca
di NTT, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya kesadaran untuk membaca sejak dini. Kedua,
fasilitas pendidikan yang belum memadai. Ketiga,
keterbatasan akses pada sumber bacaan, misalnya taman baca di desa-desa.
Kurangnya minat membaca pada siswa dan masyarakat,, pada
akhirnya mempengaruhi kemampuan berpikir kritis. Seperti yang kita ketahui,
bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan dalam menganalisis dan
mengekspresikan ide-ide yang cemerlang. Rendahnya kemampuan berpikir kritis, dapat ditunjukkan dengan kecenderungan mempercayai informasi-informasi hoax, tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu.
Untuk menangkal informasi hoax, budaya literasi
harus menjadi sebuah tradisi yang ditanamkan sejak dini. Literasi dapat
membantu seseorang, untuk memahami, menganalisis, dan mentrasformasikan
informasi yang diperoleh secaar positif. Kemampuan literasi yang baik, dapat
mengembangkan potensi dan meningkatkan kualitas diri seseorang.
Budaya literasi dapat terbentuk, melalui peran role model yang mampu menggerakan masyarakat
untuk aktif dalam membaca. Role model
ini dapat dilakukan oleh masyarakat, yang telah berkecimpung dalam dunia pustaka. Mereka bisa menjadi duta-duta baca, yang memberi contoh dan memotivasi anak-anak yang lain untuk
mencintai budaya literasi.
Selain itu, ketersediaan
sarana prasarana penunjang, seperti bahan bacaan juga sangat penting. Pada
konteks ini, upaya penyediaan akses dan sumber bacaan perlu mempertimbangkan
relevansi dan kebutuhan pembacanya. Jika membaca
sudah menjadi budaya, maka perlu
didukung dengan support system yang lain. Contoh, penyediaan layanan perpustakaan keliling, pojok baca, taman baca, dan
perpustakaan desa. Dengan
demikian, membaca tak hanya
sekadar hobi, tetapi menjadi kebutuhan yang
dapat memicu kebiasaan positif lain,
yakni menulis.
Pada titik ini, Gerakan NTT Membaca dan NTT Menulis (Genta
Belis), yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi
NTT melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan perlu didukung semua stakeholder
terkait. Jika Genta
Belis berdampak, terutama di sekolah-sekolah, NTT akan memiliki generasi muda yang
literat, berkualitas dan kompeten untuk
menggerakkan pembangunan. Salam Genta Belis.
Posting Komentar