Kotak-kotak kayu berisi buah tomat segar dari Surabaya yang siap dipasarkan di Adonara. Foto: Ary Toekan

Pelabuhan Larantuka-Flores Timur, Selasa, 29 Desember 2020 di atas geladak sebuah kapal motor rute Larantuka-Waiwerang. Muatan di atas geladak kapal itu menarik perhatian seorang teman. Ia memotret, foto dan narasi caption sama menariknya. Di wall facebooknya, Ary Toekan menempatkan judul untuk foto dan narasinya dengan huruf kapital, 'RATUSAN KOTAK TOMAT MASUK ADONARA'.

Obyek foto itu adalah ratusan kotak kayu berisi buah tomat segar, tersusun di atas geladak kapal. Keterangan foto mengkonfirmasi, tomat itu didatangkan seorang pedagang Adonara dari Surabaya. Orang Adonara makan tomat dari Surabaya?   Ini pertanyaan krusial!

Di era keterbukaan ekonomi,dengan dukungan konektifitas transportasi yang baik, mendatangkan barang dari Jawa ke Adonara itu hal wajar. Akan tetapi, haruskah tomat? Orang Adonara tidak menanam tomat? Kurang lahan pertaniankah? Atau tomat tidak punya prospek profit bagi orang Adonara?

Mungkin masih ada banyak pertanyaan lain, untuk  menjelaskan mengapa tomat saja mesti diimpor dari Surabaya. Bisa jadi, fenomena ini adalah petunjuk, rapuhnya fondasi ketahanan pangan kita (food security). 

Okelah, anggap saja Surabaya itu adalah bonus kemudahan akses ekonomi bagi orang Adonara,  tetapi  sekali lagi untuk komoditi sebatas tomat, harusnya itu bisa dipanen dari lahan kita sendiri di Adonara. Kita tidak sadar, kemudahan akses ekonomi pada sumber-sumber produksi di luar Adonara, sesungguhnya menempatkan kita pada kerentanan ekonomi yang berbahaya. 

Bahaya akan datang, ketika terjadi disrupsi pada sumber produksi yang berasal dari luar daerah. Perubahan pola konsumsi dari jagung ke beras adalah contoh nyatanya. Perubahan itu diawali dari alih fungsi lahan kebun, dari tanaman jagung diganti  mente.

Menanam mente tentu saja mudah  menghasilkan  uang cash, tetapi ketika kelaparan  melanda, warga  tidak punya cukup stok makanan dari kebun sendiri. Ketergantungan pada sumber produksi di luar wilayah mengancam kedaulatan warga terhadap produksi pangan dari lahan sendiri. Adonara mungkin sulit swasembada beras, tetapi tidak untuk tomat. 

Untuk kasus tomat dari Surabaya, saya percaya lahan di Adonara bisa memproduksinya. Saya berpikir positif, mungkin tomat impor kemarin hanya untuk mengatasi kekosongan stok, karena kekurangan produksi lokal atau untuk memenuhi permintaan pasar yang sedang tinggi pada libur natal tahun baru. 

Namun, jika impor itu adalah siklus normal yang dilakukan selama ini, maka sudah saatnya orang Adonara berpikir untuk melakukan sesuatu. Fenomena kemarin telah menjelaskan, tomat punya prospek bagus secara bisnis di Adonara. Jika tidak menguntungkan, mana mungkin si pedagang mau mendatangkan dari Surabaya, begitu kan logika sederhananya.

Tidak semua wilayah di Adonara subur dan tersedia air memadai. Tetapi kawasan Adonara Tengah dan Barat yang berhawa dingin, bisa menjadi sentra pengembangan komoditi holtikultura. Otoritas pemda Flotim melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan bisa memfasilitasi kelompok tani/masyarakat untuk menjawab kebutuhan ini. 

Cukup mobil pick up dan sepeda motor yang kita datangkan dari Surabaya, tomat jangan. Mari berdayakan lahan kita, menanam sambil  mengasah naluri bisnis, peka membaca permintaan pasar, dan satu lagi, tekun berusaha. Akan sangat membanggakan, jika semangat ini tumbuh dalam diri anak-anak muda, untuk melirik lahan pertanian sebagai sumber usaha yang prospektif. 

Baca juga : Adonara, Etalase Terbaik Praktek Toleransi





Post a Comment