Foto ilustrasi, www.penulisgunung.id

Banyak orang suka membaca, tapi tidak semua orang gemar menulis. Pada hal, apa yang ditulis, sebetulnya berasal dari apa yang dibaca. Menulis merupakan pekerjaan yang tampak mudah, tapi sulit dilakukan.

Dari beberapa rekan, saya dapat jawaban mengapa mereka sulit memindahkan ide dari  kepala ke media tulis. Sebenarnya, mereka  punya modal dasar, yakni gagasan, imajinasi dan minat untuk menulis.


 Namun, bagaimana memulai dan cara membahasakan gagasan mereka dalam narasi tulisan, itulah kendalanya. Kegalauan ini normal terjadi pada banyak penulis pemula.


Tak ada formula paten untuk mengatasi kendala begitu. Tetapi ada tips sederhana, jika berniat menulis, maka mulailah menulis, jangan rencanakan.   


Hanya dengan memulai, kita jadi tahu, seberapa baik imajinasi dan ide kita dalam wujud pilihan kata, kalimat, paragraf dan seterusnya. Ingat, menulis bukan soal kepintaran, tetapi keterampilan yang perlu dilatih, bahkan berulang kali. 


Latihan berulang, sampai tulisan bertumpuk-tumpuk di kamar, di meja redaksi surat kabar, di gudang penerbit, di blog pribadi, itu semua adalah proses. Proses yang baik cenderung membawa hasil yang baik pula. 


Ingat Felix Nesi? Pria Kefa pemenang sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018. Novelnya, 'Orang-Orang Oetimu' telah mengubah hidup Felix pasca kemenangan bergengsi itu. Novel itu diburu para penulis top Indonesia, sastrawan, bahkan sutradara film. 


Felix pergi ke Belgia, masuk jajaran sastrawan elit, diundang sana-sini di event nasional dan internasional, tapi siapa sangka, 'Orang-Orang Oetimu', oleh Felix, telah melewati gonta-ganti judul, edit sana-sini bahkan bertahun-tahun proses itu berlangsung. 


Jadi bukan one shot, sekali tulis langsung jadi. Inilah pesan kuat yang bisa dipetik, bahwa menulis memang butuh latihan, dan terutama konsisten. 


Tentang konsistensi dalam menulis, saya menemukannya dalam diri seorang perempuan muda, cantik dan inspiratif.  Wijatnika Ika namanya. Tidak mengenalnya langsung, tapi saya merasa dekat setiap kali membaca tulisan di dinding facebooknya. 


Di atas bed rumah sakit, sambil berbaring, jemari Ika terus menulis mengisahkan perjuangannya melawan virus Corona, dan berlanjut dengan vonis gagal ginjal yang ia derita.  


Sulit diterima, perempuan muda, enerjik, penulis, blogger, begitu tegar menulis setiap detil perjuangannya menjalani perawatan dan cuci darah yang ia jalani pada medio 2021.


Sakitnya tusukan jarum infus, hingga mahalnya biaya cuci darah Ia ceritakan semua. Dalam keadaan sakit, Ia masih ikhlas menulis untuk mengedukasi pembacanya, tentang seluk beluk pasien gagal ginjal. 


Ika seorang penulis sejati. Cintanya pada aktifitas menulis sangat dalam. Menurutnya, menulis adalah cara terbaik Ia menghargai dirinya dan isi otaknya. Sampai pada bagian tertentu tulisannya, Ia begitu galau, khawatir, jika memang kematian datang menjemputnya, kepada siapa Ia titipkan password blognya, tempat ia tumpahkan ide dan gagasan selama hidupnya. 


Membaca tulisannya pada bagian ini, memang sangat menyentuh hati. Ika menulis hingga ajal menjemputnya pada 26 Juli 2021 lalu. Selamat jalan Mbak Ika, terimakasih mewarisi pelajaran menulis yang saya ceritakan kembali hari ini. 

Cerita tentang menulis, antara Felix dan Ika merupakan inspirasi, mungkin bisa menjadi magnet untuk menumbuhkan benih-benih cinta pada dunia menulis, terutama bagi anak-anak muda. 

Diluar Felix dan Ika, sebagai penulis, saya merasakan beberapa benefit kecil, impact dari kegemaran menulis. Uang? Itu misalnya. Mendapatkan uang dari menulis sebagai hobi, itu efek samping, tapi menjadikan uang sebagai parameter tujuan menulis, itu rumit. 


Menulis, bukanlah ladang subur yang mudah ditumbuhi lembaran Rupiah untuk si penulis. Namun, bagi penulis yang tekun, menghasilkan uang dari setiap tulisan, juga bukan hal sulit.


Pengalaman menerima honor dari Pos Kupang untuk opini pertama pada 2002, adalah awal yang sulit dilupakan. Menulis opini di Pos Kupang untuk seorang mahasiswa semester dua, sangat menggairahkan ketika itu.


Gairah itu terus membara, tulisan demi tulisan lahir silih berganti. Semuanya mendatangkan uang?  Tidak juga, karena saya percaya, setiap tulisan akan menemukan pintu rezekinya masing-masing. 


Satu dua tulisan yang menang lomba di Kemdikbud dengan nilai hadiah cukup besar, terbang ke Jakarta gratis, dapat akomodasi mewah, mungkin itu evidensnya.

Tulisan yang lain memberi benefit dalam wujud berbeda, bukan uang, tetapi jejaring. Saya menyebutnya benefit sosial, berupa kenalan dengan banyak orang, tokoh, figur terkenal.

 

Satu tulisan membawa saya berbicara dalam seminar bergengsi di Aula El Tari pada Desember 2018, semeja dengan Prof. Jonathan Lassa, Anak Soe yang mengajar di Charles Darwin University-Australia, Ketua Sinode GMIT, Rektor Unika dan Kadis Pendidikan provinsi NTT adalah contoh, bagaimana sebuah tulisan bisa menjadi jembatan emas, menciptakan peluang untuk penulisnya. 


Yang terakhir, hal paling membahagiakan bagi seorang penulis adalah tulisannya menarik banyak pembaca. Memiliki banyak pembaca adalah harga yang paling diinginkan seorang penulis. 


Saya percaya, relasi yang terbentuk antara penulis dengan pembacanya adalah sebuah relasi agung. Tulisan yang dirindukan para pembaca, umumnya berasal dari para penulis yang paham, bagaimana menyelami relung-relung hati pembaca.


Paling terakhir, bagi seorang penulis, dengan memiliki banyak pembaca, Ia punya kesempatan menanam berlian di hati banyak orang. Jika begitu, masihkah tidak mau menulis?

4 تعليقات

  1. Dan saya merasa bahagia membaca tulisan ini. Sebagai orang lain membaca tulisan saya.

    ردحذف
    الردود
    1. Terimakasih Opu Ary...tugas kita hanya terus mengalirkan ide, mengayun jemari..itu saja sudah cukup bahagia. salam sehat bro..

      حذف

إرسال تعليق