Aktivitas membedah tulisan di Komunitas Kompasianers Kupang. Foto: Ariz Bara

Menulis adalah perihal keterampilan yang perlu terus menerus dilatih. Setiap penulis memiliki cara sendiri untuk mengasah ketajaman pena-nya. Bertemu, kumpul-kumpul lalu berbagi cerita sesama penulis adalah salah satu jalannya. 

 

Berjejaring lewat komunitas penulis, pengalaman ini pernah saya alami, dan benar manfaatnya besar. Ceritanya berawal pada Oktober 2018. Persisnya ketika berkenalan dengan media menulis berplatform blog. 


Pilihan jatuh pada kompasiana.com, salah satu blog terbesar di Indonesia milik Kompas Gramedia Group. Saat itu, memiliki tulisan yang tayang di Kompasiana dengan status headline, itu sangat bergengsi. Impact psikologisnya besar, yaitu semangat dan motivasi menulis menjadi berlipat ganda.


Di Kompasiana, tulisan menjembatani interaksi antar sesama kompasianer. Kompasianer adalah sebutan untuk para penulis Kompasiana.  Di sinilah, saya lalu mengenal beberapa kompasiner Kupang dengan rating tulisan tinggi. 


Dari diskusi virtual, akhirnya timbul niat untuk membentuk sebuah komunitas penulis Kompasiana asal NTT. Maka lahirlah Kompasianers Kupang. 


Ini merupakan sebuah komunitas kreatif, tempat berbagi pengetahuan tulis menulis. Seingat saya, sekitar belasan penulis aktif tergabung di dalamnya. 


Para anggota berasal dari berbagai latar belakang, seperti aktivis gerakan, peneliti, penulis, akademisi, pegiat sosial dan guru. 


Di komunitas ini, kopi darat paling seru para anggota adalah saat sharing pengalaman. Base camp kami di kantor Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) di kawasan Kelapa Lima.  


Di sana,  kami berbagi pengalaman, dan yang paling menarik, membedah tulisan. Saat itu, saya satu-satunya anggota dari luar Kupang yang rela menempuh perjalanan jauh untuk menimba ilmu menulis. 


Aktivitas membedah tulisan di Kompasianer Kupang, ini hal baru bagi saya. Proses ini dimoderasi seorang penulis senior.  Alurnya,  beberapa hari sebelum diskusi, sang moderator mengirim tiga atau empat artikel, disertai point-point yang wajib dianalisa para anggota. 


Hasil analisa masing-masing anggota kemudian dibawa ke ajang kopi darat di IRGSC, untuk dibedah bersama.


Dengan pisau analisa berbeda dari setiap anggota komunitas, pola ini menghasilkan beragam perspektif terhadap satu tulisan yang sama. Proses brain storming sepanjang kegiatan bedah tulisan berlangsung santai, penuh canda tawa, tetapi detil dan tajam. 


Saya sungguh terkesan dengan atmosfirnya. Saya pikir, media seperti ini penting untuk para penulis pemula. Sharing dan kolaborasi bersama, akan berdampak pada kualitas  tulisan.


Sebagai sebuah komunitas menulis, Kompasianer  Kupang terus tumbuh. Jejaring ke luar komunitas bertambah luas. Kompasianer Kupang bahkan dihire untuk memback up tulisan dalam beberapa event pemerintah provinsi NTT. 


Pada tataran capaian individual anggota, konsistensi menulis  di Kompasiana akhirnya mengantar salah seorang rekan anggota masuk nominator penulis terbaik Kompasiana tahun 2021. 


Urgensi membangun jejaring bagi seorang penulis, seperti sampel dalam komunitas Kompasianer Kupang ini, mungkin tampak seperti hal sepele.

 

Tetapi bagi para penulis pemula, atau individu yang tertarik untuk menulis, pola ini bisa jadi akan sangat membantu meningkatkan keterampilan menulis. 


Hal yang sama, mungkin perlu diterapkan kepada para mahasiswa, organisasi kemahasiswaan/kepemudaan sebagai salah satu model pengembangan diri anggota. 


Pada tahap tertentu, jejaring demikian justru bisa menjadi jembatan antara profesionalisme menulis dengan kebutuhan komersil. Jika bicara urusan komersil, setiap penulis punya kesempatan menikmati benefit dari setiap tulisannya. 













Post a Comment