MN Aba  Nuen-Guru SMAN Kualin. Dokpri

Bulan Januari tahun ini di Kualin terasa hangat, dengan guyuran hujan berpadu hawa udara pesisir yang khas. Kehangatan itu seperti merasuk masuk dalam relung hati kepala sekolah dan guru-guru di SMA Negeri Kualin.

 

Januari begitu menginspirasi para pendidik, untuk mengarungi satu gerakan perubahan di sekolah. Gerakan itu ingin menyentuh satu titik krusial, saya menyebutnya titik didih sekolah. Apa itu? Kualitas pembelajaran.


 Proses pembelajaran menempatkan guru sebagai arsiteknya. Sebagai arsitek, guru harus merancang proses pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar murid, bukan sebaliknya membuat rancangan sesuai keinginan dan gaya mengajar guru. 


Pada titik inilah, butuh kreatifitas dan inovasi guru untuk melahirkan rancang bangun proses pembelajaran yang  mampu memancing rasa ingin tahu, menarik minat, mendorong partisipasi, dan terutama menempatkan murid pada suasana belajar yang merdeka. 


Ruang kelas masa kini, tak lagi membutuhkan para orator yang hebat bicara sepanjang pembelajaran berlangsung. Guru yang dibutuhkan di kelas saat ini adalah para fasilitator proses. Mengapa? Karena murid tidak datang ke sekolah untuk duduk dan mendengarkan pidato guru.

 

Tidak semua murid di kelas adalah pendengar yang baik, sebagian di antaranya lebih suka menonton video materi pelajaran, sebagiannya lagi malah lebih nyaman belajar sambil bermain. Macam-macamlah preferensi mereka. Jika begitu, masih relevankah seorang guru berceramah menjelaskan materi sepanjang pembelajaran?  


Pertanyaan reflektif tersebut telah melahirkan ide, dengan sentuhan pertamanya adalah membuka ruang berbagi praktik-praktik baik pembelajaran. Ide ini murni ingin memberdayakan buah-buah pikiran dan pengalaman para pendidik SMAN Kualin. 

Suasana berbagi praktik baik pembelajaran di SMAN Kualin Januari lalu. 

Tidak butuh narasumber eksternal, karena memang pihak yang paling paham seluk belum pembelajaran di SMAN Kualin adalah kepala sekolah dan guru-gurunya. Maka, pada 27-28 Januari lalu, tampil delapan guru sebagai pemantik di hadapan 30-an rekan guru lain. 


Prosesnya sederhana tapi menarik. Para pembagi praktik memaparkan secara detil model atau metode pembelajaran menarik yang pernah diterapkan. Paparan itu direspon forum dengan membedahnya dalam diskusi kelompok. Alot, riil dan kontekstual. 


Sebatas itu? Tentu tidak. Ini gerakan yang visioner, dan sustainable, tak berhenti. Pasca pelaksanaan berbagi praktik baik, gerakan selanjutnya adalah membuka kesempatan para pendidik untuk mengadopsi model atau metode pembelajaran yang telah melewati proses sharing, untuk diterapkan di kelas.


Follow up ini berlangsung selama seminggu  dimulai sejak 7 Februari 2023. Pada tahap ini, setiap guru mata pelajaran yang mengajar ditemani seorang observer dari rekan sejawat sesama guru mata pelajaran yang sama, atau rekan guru lintas pelajaran. Sang observer, wajib memberikan review atas proses pembelajaran yang telah berlangsung. Dialogpun terjadi antar pendidik. Inilah hakekatnya,  bahwa seorang guru, juga sebenarnya adalah seorang pembelajar. 


Masih berlanjut? Iya lah. Tindak lanjut berikut adalah forum refleksi. Pada fase ini, setiap pendidik akan menyampaikan pengalaman menerapkan praktik baik pembelajarannya, maupun pengalaman sebagai observer untuk rekan guru lain. Pada tahap inilah, diharapkan akan ada banyak praktik baik pembelajaran yang siap pakai di SMAN Kualin. 


Muaranya adalah, penerapan praktik-praktik baik tersebut membawa dampak positif, pada kualitas proses pembelajaran di kelas. Ini keren, karena titik sentuhannya adalah kualitas. Januari di Kualin memang penuh gairah, untuk maju dan sukses bersama sebagai pendidik. 





Post a Comment