Oleh Yeni A. Sabat, S.Pd. 
Guru Fisika & Wakasek Kurikulum SMAN 1 Mollo Selatan
Pernah terlibat dalam Pendidikan  Guru Penggerak angkatan 4 dan Pengajar Praktik Guru Penggerak angkatan 10

 

Kurikulum Merdeka membawa banyak perubahan yang signifikan di bidang pendidikan. Pembelajaran Kurikulum Merdeka meliputi pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan kegiatan ektrakurikuler.  Struktur Kurikulum Merdeka sesuai Permendikbudristek  No. 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.


            SMA Negeri 1 Mollo Selatan  menerapkan  Kurikulum Merdeka pada level mandiri berubah, sejak tahun pelajaran 2022/2023.  Artinya  pada tahun ajaran 2024/2025, SMAN 1 Mollo Selatan telah menerapkan Kurikulum Merdeka pada kelas X, XI dan XII.  Selaku Wakasek Kurikulum, saya  harus memahami, menelaah dan  mempelajari struktur  Kurikulum Merdeka.


Dalam struktur Kurikulum Merdeka,  memilih mata pelajaran pilihan dilakukan pada fase F ( Kelas XI dan XII ), yang diawali dengan proses pembimbingan sejak di fase E ( kelas X ). Untuk murid  kelas XI dan kelas XII, terdapat mata pelajaran umum, yang mana peserta didik belajar di kelas tetap, yang terjadwal pada hari senin, selasa dan jumat. Sementara murid yang mempelajari mata pelajaran pilihan, akan berada  di kelas bergerak atau  moving class  yang terjadwal pada hari rabu dan kamis. Saya bersama tim kurikulum bekerjasama dengan guru BK, untuk membimbing murid  dalam  menentukan mata pelajaran pilihan sesuai minat, bakat dan cita – cita mereka untuk melanjutkan ke jenjang  kuliah atau bekerja.


Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD), pendidikan yang baik adalah yang menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, KHD percaya bahwa setiap anak itu unik, berbeda minat dan bakat. Oleh karena itu, peserta didik diberikan kebebasan untuk menentukan mata pelajaran pilihannya.


Kurikulum Merdeka  memberikan  keleluasaan pada peserta didik,  untuk mengeksplorasi dan memilih mata pelajaran tertentu sesuai minat, bakat dan kemampuan.  Konsep ini dianggap dapat meningkatkan motivasi belajar dan mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja yang semakin kompetitif. Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan apakah sistem pilihan mata pelajaran ini benar-benar efektif atau justru memicu bentuk diskriminasi terhadap mata pelajaran tertentu? Mengapa pertanyaan ini muncul di benak saya?


Pada tahun pertama di tahun ajaran 2023/2024 di fase F  kelas XI,   saya bersama tim kurikulum dan guru BK memberikan kebebasan peserta didik untuk memilih mata pelajaran.  Cara ini merupakan hal yang baru bagi  tim kurikulum,  dalam  memetakan  mata pelajaran pilihan sesuai kebutuhan  peserta didik. Langkah awal yang dilakukan yaitu melaksanakan asesmen awal, menyebarkan angket  kepada peserta didik untuk diisi bersama orang tua.

Manajemen sekolah menyiapkan  9 mata pelajaran yaitu Biologi, Fisika, Kimia, Matematika tingkat lanjut, Antropologi, Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Informatika dan Prakarya.  Dari 9 mata pelajaran tersebut,  peserta didik berhak memilih 4 mata pelajaran pilihan ditambah  Prakarya. Akan tetapi, ternyata ada mata pelajaran yang tidak dipilih oleh peserta didik. Berdasarkan pengalaman ini,   muncul pertanyaan di benak saya, yaitu memilih mata pelajaran pilihan, apakah cara ini efektif atau diskriminatif?


Menurut penulis, ada beberapa argumen yang mendukung, mengapa kebijakan mata pelajaran pilihan, merupakan upaya yang efektif untuk menyiapkan bekal pengetahuan murid secara berkelanjutan.

Pertama, dengan memilih mata pelajaran yang diminati, peserta didik cenderung lebih termotivasi dan bersemangat dalam belajar. Kedua, peserta didik dapat mengeksplorasi dan   mengembangkan keahliannya sesuai mata pelajaran yang mereka minati.  Ketiga, sistem ini memungkinkan peserta didik untuk mengenali minat dan bakatnya, serta menggali potensi diri dan bertanggung jawab pada  pilihannya sendiri. Keempat, membantu murid untuk menyiapkan jenjang karir di masa depan atau ketika memasuki dunia kerja. Kelima, dari sisi fleksibilitas, siswa dapat mengatur jadwal belajar sesuai dengan minat dan kemampuan, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efisien.


Akan tetapi, dari sudut pandang yang lain, penulis melihat system mata pelajaran pilihan membuka ruang diskriminasi. Misalnya, pertama, pilihan mata pelajaran dapat memunculkan persepsi, bahwa mata pelajaran tertentu lebih penting atau bernilai daripada pelajaran yang lain. Kedua, system ini memunculkan kemungkinan ada mata pelajaran yang tidak dipilih oleh peserta didik.


Ketiga, tidak semua sekolah menawarkan pilihan mata pelajaran yang beragam, sehingga peserta didik  memiliki pilihan yang terbatas. Keempat, terdapat  kecenderungan  siswa memilih suatu pelajaran karena mengikuti preferensi temannya, bukan karena minatnya pada pelajaran tersebut. Kelima,  ada siswa yang berminat pada suatu pelajaran tetapi tidak memilihnya, karena merasa tidak nyaman dengan  guru pengasuhnya. Sesuai pengalaman, system ini juga menyebabkan benturan jadwal antara murid dan guru mata pelajaran yang rumit.


Sistem mata pelajaran pilihan memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun, keberhasilannya sangat bergantung pada bagaimana sistem ini diimplementasikan di satuan pendidikan. Untuk menghindari diskriminasi terhadap mata pelajaran tertentu, diperlukan  strategi untuk memastikan bahwa semua mata pelajaran diberikan perhatian yang sama. Selain itu,  peserta didik harus memiliki akses yang sama pada sumber daya pembelajaran yang ada di sekolah, termasuk pada paket  menu mata pelajaran pilihan yang tersedia.


Berdasarkan pengalaman, saya bersama tim kurikulum dan guru BK pada tahun ajaran 2024/2025 menggunakan sistem paket menu. Sistem menu dapat mengakomodir seluruh mata pelajaran pilihan   dan semua mata pelajaran diberikan proporsi yang sama. Dengan begitu, peserta didik cukup memilih menu yang sudah ada. Setiap menu mencakup empat  mata pelajaran pilihan, dan perserta didik dapat memilih menu sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya. Cara ini mengurangi peluang munculnya diskriminasi terhadap mata pelajaran tertentu.


        Selain itu, dengan sistem menu, tidak ada kendala benturan jadwal mata pelajaran pilihan. Ini adalah sharing pengalaman  yang dilakukan di SMA Ngeri 1 Mollo Selatan, semoga dapat menjadi pembelajaran di  satuan pendidikan  lain, dalam memfasilitasi murid menentukan mata pelajaran pilihan. 

Post a Comment