Oleh Yati M. Baunsele, S.Pd.K. 
Guru Agama Kristen SMKN Polen

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tugas guru adalah mendidik, mengajar,  membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.  Tantangan besar di balik tugas mulia ini adalah, ketika siswa tidak bisa menyerap pengetahuan yang telah diajarkan guru. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran tidak tercapai. Lalu apa yang harus dilakukan oleh guru?


Guru, kerap memandang diri dan apa yang ada padanya, itulah yang paling baik dan benar, sementara siswa adalah objek yang paling empuk menerima kesalahan. Guru juga kadang menggunakan sudut pandangnya untuk menilai, bahwa kemampuan murid-murid terlalu berat. Mereka tidak bisa apa-apa, dan lain sebagainya.


Saya adalah seorang guru PPPK, yang baru ditempatkan pada awal tahun ajaran  2024/2025 di SMK Negeri Polen. Awalnya kegiatan belajar mengajar yang saya laksanakan, menggunakan  gaya dan metode yang apa adanya. Namun, setelah selesai mengajar dan melakukan refleksi, ternyata perjuangan saya pada periode itu sepertinya sia-sia. Sayapun terjebak pada cara pandang, bahwa siswa tidak mampu.


Merespon kondisi demikian, saya mencoba untuk memperbaiki diri, dengan pilihan motode mengajar yang tepat, melalui pendekatan pembelajaran berdiferensiasi. Penerapan pembelajaran berdiferensi merupakan buah dari proses refleksi, termasuk upaya pengembangan kompetensi diri melalui partisipasi dalam giat ilmiah seperti webinar. Bagi saya, mengembangkan kompetensi diri memberikan saya banyak ilmu untuk berefleksi.


 Pembelajaran berdiferensiasi, merupakan proses yang  mengakomodir keberagaman peserta didik, merujuk pada kesiapan, minat dan preferensi belajar.Dakam praktiknya, siswa dapat mempelajari materi pelajaran sesuai dengan kemampuan, apa yang disukai dan kebutuhannya, sehingga mereka tidak frustrasi dan merasa gagal dalam pengalaman belajarnya. Ini adalah proses yang berdampak. Awalnya siswa tampak kaku, dan terlihat tidak siap belajar, tetapi kemudian mereka mulai tersenyum bahkan sampai tertawa selama pembelajaran. Ini menjadi indikator, bahwa mereka terlibat dan menikmati proses pembelajaran. Secara psikologis, situasi demikian dapat membantu mereka memahami pembelajaran.


Dikutip dari www.kajianpustaka.com,  pembelajaran berdiferensiasi adalah suatu upaya memenuhi kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan potensi. Upaya guru menyesuaikan pembelajaran,  tanpa menyamaratakan perbedaan potensi dan kompetensi, sehingga tujuan pembelajaran dapat terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, pendidik memerlukan tindakan yang tepat, karena pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau aktivitas yang berbeda pada setiap peserta didik.


Pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu usaha, bagaimana pendidik memberdayakan peserta didik untuk menggali semua potensi yang dimilikinya. Ini bukanlah pendekatan pembelajaran yang monoton, namun lebih mengakomodir kekuatan dan kebutuhan belajar peserta didik dengan strategi pembelajaran yang variatif. Dalam merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, guru harus memahami secara mendalam peserta didiknya, baik dalam hal kesiapan belajar, minat, maupun gaya atau profil belajarnya.


        Itu berarti semua peserta didik memiliki potensi yang harus dikembangkan, tinggal bagaimana guru memahami apa potensinya dan bagaimana mengembangkannya melalui pembelajaran. Guru dapat memvariasikan materi pembelajaran, proses belajar, produk yang dihasilkan murid, serta mengkondisikan iklim belajar yang nyaman bagi peserta didik. 


Bagaimanapun, ada ungkapan klasik yang menyatakan, jika siswa gagal, guru juga gagal. Ungkapan ini dapat dijadikan sebuah refleksi, untuk memahami kebutuhan belajar murid-mirid, agar kita mampu memberikan  mereka kebahagiaan dalam proses pembelajaran.   

Post a Comment